Oleh Pipi Kaira
Waktu dan kesempatan adalah dua hal yang senantiasa Tuhan berikan semurah-murahnya kepada kita. Betapa Tuhan baik hati, karena dalam waktu Tuhan selalu menyertakan kesempatan untuk berbuat kepada kita.
Sahabat, perlu digarisbawahi bahwa, “Tuhan tidak akan pernah mengirim surat tagihan tentang waktu dan kesempatan itu, kelak.” Dan hebatnya Dia pun tidak pernah memintanya kembali apa yang telah Dia berikan. God is merciful.
All are given the same rights. Aku dan kamu juga mereka. Kita diberikan jumlah detik yang sama dan jumlah kesempatan yang sama pula di dalam hidup. Di setiap nafas kita. Tetapi jalan mengapa setiap orang selalu berbeda. Aku dan kamu juga mereka. Mengapa?
Yah, bagiku *semoga bagimu* hidup sejatinya bukanlah sebuah pilihan, loh. Karena kita tidak bisa memilih takdir untuk ‘tidak hidup’, bukan? Berarti kita ‘dipaksa’ oleh Tuhan untuk hidup. Sesungguhnya ada pesan khusus yang kadang menjadi kabur oleh tipu daya dunia, bahwa sejatinya Tuhan juga ‘memaksa kita’ harus ‘aktif’ dalam menjalani hidup ini.
Mengapa ada orang yang sukses, sangat sukses, gagal, sangat gagal, dan ada yang biasa saja?
Termasuk dimanakah kita? Ingat, meskipun waktu dan kesempatan diberikan oleh Tuhan sedemikian murah-murahnya, tetapi cukupkah kita berpuas dengan keduanya?
Bagiku *semoga bagimu* tidak seperti itu. Karena hidup sebenarnya bukanlah tentang “Memiliki banyak waktu yang sama”, tetapi hidup adalah tentang sebuah “KEBERANIAN” untuk mengambil dan menggunakan kesempatan di waktu. Dobrak waktu dengan kesempatan yang kita pilih. Life is about a courage to take and use the opportunity.
Hm … Lalu mengapa “Hidup harus seperti KUDA?”
Hidup kita –kebanyakan dan biasanya- hanya mengalir seadanya. Selengah kita. Sesampai pada tujuan kita. Seperti cita-cita jauuuuh dari kita! Bahkan hidup pun seperti tak pernah punya mimpi. Pasif! Tidak pernah berusaha berjalan cepat bahkan apalagi, kok, berlari.
Bagaimana mau sukses sesukses suksesnya? Bahkan, ujung-ujungnya, bisa menjadi manusia yang gagal segagal gagalnya!
Tetapi lihat dan renungkan ketika kuda berderap! Begitu juga ketika kuda berlari!
Ketika berjalan atau berderap, kuda menggunakan kedua kakinya dengan anggun. Kaki sebelah kanan menghentak pelan seirama, kemudian disusul kedua belah kaki kiri berpacu indah. Anggun!!
Namun ketika berlari? Dia pukul tanah sekuat-kuatnya dengan kuku kedua kaki depan, lalu ia tusukkan tapal kaki belakang lebih keras lagi hingga memendar api darinya. Gagah!! Perkasa!!
Hingga di dalam Surat al-‘aadiyat ayat 1 – 5, Dikatakan, “Demi kuda perang yang berlari kencang terengah-engah, dan kuda yang memercikkan bunga api (dengan pukulan kuku kakinya), dan kuda yang menyerang (dengan tiba-tiba) pada waktu pagi, sehingga menerbangkan debu, lalu menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh….”
Sahabat, ketika kuda dipacu kencang, penuh semangat oleh yang mengendarainya, jadilah dia berlari kencang sampai “mendua”, artinya sudah sama derap kedua kaki muka dan kedua kaki belakang, bukan lagi menderap –berjalan-. Sehingga berpadulah semangat yang mengendarai dengan semangat kuda itu sendiri, sangat kencang dan jauh larinya. Walau nafasnya kemudian terengah, namun dia tidak menyatakan payah dan bahkan masih mau dihalau lagi.
Bagaimana dengan kita? Salahkah kita mengatakan bahwa hidup memang harus seperti kuda?
Karena hidup kadang harus berderap anggun seperti derap sang kuda, kadang harus berlari sangat kencang hingga di batas usia. Semua pilihan kita!
Mau apa kita? Kapan waktunya? Allah SWT berikan sepenuhnya kepada kita. Sesukses apa? Segagal apa? Sebiasa-biasa apa? Juga tergantung dari bagaimana kita memilih hidup.
“Fabiayyi aalaaa irobbikumaa tukadzdzibaan: Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?”
Sebuah perenungan akhir pekan, semoga bisa menambah ukhuwah dan saling mengingatkan.
Memang, “Tuhan tidak akan pernah mengirim surat tagihan tentang waktu dan kesempatan itu, kelak.” Tapi bukankah semua ada pertanggungjawaban?
*Wallahu A’lam*
Salam, @pipikaira