Oleh Sinta Yudisia
Orang ternyata suka dengan kisah membuat adrenalin naik berdasarkan 3 kategori: predator, penyakit menular, dan pelanggaran. Berdasarkan jurnal psikologi tersebut, fiksi yang menyajikan cerita itu biasanya disukai. Sebuah zaman, biasanya ditandai oleh horor tipe tertentu.
Saat manusia sangat takut dimakan makhluk lain, kisah-kisah predator muncul. Film-film jenis ini laris di pasaran: Jaws, Jurassic Park, Alien. Belakangan fiksi bertema penyakit menular laris manis. Film-film zombi selalu di peringkat teratas atau fiksi inliah terkiat penyakti menular seperti Contagion, 28 Days Later, I am Legend. Hal-hal yang berbau pelanggaran terhadap satu otoritas tertentu juga disukai seperti Hunger Games, Maze Runner, Fast and Furious.
***
Para psikoanalis menggambarkan, horor adalah manifestasi bagian dalam diri manusia. Fiksi-fiksi yang menggambarkan Werewolves sejatinya menggambarkan adanya sosok “beast” dalam diri manusia. Vampir vs manusia, zombi vs manusia, menggambarkan ketakutan akan bahaya rasisme di tengah masyarakat. Wajar bila film vampir dan zombi lebih banyak muncul di Amerika, bukan?
Menarik juga untuk diungkapkan, film-film zombi yang muncul di Amerika mulai tahun 70-an, menggambarkan pola hidup komsumerisme masyarakat yang semakin jauh dari akal sehat. Mereka seperti mayat hidup di siang bolong, tidak tahu harus bagaimana menjalani hidup dengan benar.
***
Jadi teringat film Attack on Titan nih (hahaha, lagi-lagi!). Film-film thriller atau horor yang mengambil karakter pemangsa yang mengunyah-ngunyah lawannya, sesungguhnya masyakart sedang dilanda oral-aggression. Saat baca kisah ini, jadi merenung. Kita memang sedang berada di zaman di mana setiap orang mudah melempar agresi kata-kata pada orang lain ya?
Naaah, ternyata fiksi horor itu nggak selamanya jelek, lho.
Ternyata, membaca dan menonton horor bisa membuat kita melihat dunia dari perspektif berbeda. Manusia bisa melihat bagaimana kesempatan terbuka untuk menaklukan ‘real monster’ dalam hidup. Bagaimana mengatasi ketakutan.
***
Bagian yang diaktivasi ketika mengkonsumsi horor bukan cuma amygdala, tapi juga visual cortex, insular cortex (bagian self-awareness), thalamus. Makanya, banyak sekali kisah anak-anak dan remaja berbumbu petualangan dan horor. Termasuk buku-buku saya di Indiva Hantu Kubah Hijau dan Juru Kunci Makam. Makam dan hantu adalah setting serta karakter yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia. Pembaca akan belajar untuk menjadi berani dan melihat kuburan dari perspetktif berbeda.
Apalagi, covernya cakeppp…!
Berdasarkan teori di atas, kalau pembaca Indonesia lebih suka kisah horor berupa hantu, kira-kira tinjauan psikoanalisisnya apa ya?