Oleh: Imroatus Sholihah*
Kita tidak bisa mengingkari bahwa perjalanan hidup tak selamanya mulus seperti yang direncanakan. Khawatir, sedih, kecewa, hingga rasa ingin menyerah menjadi teman akrab dalam melalui sebuah proses. Rentetan perasaan itu mengajak kita bertanya ke dalam diri, apa benar ini yang saya inginkan? atau apa yang sebenarnya saya cari? Menemukan kembali tujuan hidup, menjadi kunci untuk berani memilih dan mencintai pilihan kita seutuhnya. Begitulah kesan awal ketika selesai membaca buku ini.
Tulisan Tri Nurhayati, Wika G. Wulandari, dkk. merupakan karya-karya terpilih dari Sayembara Indiva Mencari Karya 2 bertema I Choose to Live, Not Just Exist yang diadakan oleh penerbit Indiva Media Kreasi pada tahun 2018. Judul Love Your Life, Love Yourself sendiri diambil dari judul tulisan Tri Nurhayati. Melalui buku ini para penulis ingin menularkan keberanian dalam menentukan pilihan hidup dan tetap menjadi pribadi yang bermanfaat, apapun keadaannya.
Ada kalimat Tri Nurhayati yang cukup menohok, tapi benar adanya. “Jadilah dirimu sendiri. Kamu sendiri yang menjalani kehidupanmu. Kamu sendiri yang akan menjalani jatuh bangun perjuanganmu sebelum akhirnya mendapatkan apa yang kamu impikan dan perjuangkan. Sekali lagi, kamu sendiri yang menjadi tokoh utama dalam lakon hidupmu. Bukan tetanggamu, teman-temanmu, ataupun follower media sosialmu. Jalani pilihan hidupmu dengan menjadi diri sendiri.” (halaman 143) Kutipan ini mampu mewakili pesan yang ingin disampaikan dalam buku ini.
Buku berjudul Love Your Life, Love Yourself terdiri sebelas pengalaman inspiratif masing-masing penulis. Di Balik Dapur Ibu mengisahkan pengalaman Citra Ade Purnama. Kisah ini bermula ketika Citra dan teman-temannya makan di kafe usai ujian skripsi. Seorang ibu mengatakan lulusan akuntansi akan sulit mendapat pekerjaan dan berakhir menjadi pengangguran. Entah fakta atau hanya pendapat tanpa dasar, perkataan tersebut membuat beberapa teman Citra nge-down. Tidak berhenti di situ, keluarga juga khawatir banyaknya lulusan sarjana yang tidak berimbang dengan lapangan pekerjaan.
Suatu hari Citra diminta ibu membeli makanan untuk acara pengajian. Karena uangnya tidak mencukupi, ia memilih memasak sendiri. Hasil eksplorasinya berbuah manis, keluarga dan para tetangga menyukai masakannya. Akhirnya beberapa teman ibu mulai memesan makanan dari Citra. Omzet yang lumayan membuatnya memutuskan mengelola usaha itu dengan teman semasa kuliahnya, dan dari balik dapur itulah terlahir Sharanghae Food. Bagi Citra, tidak masalah memiliki profesi berbeda dengan jurusan semasa kuliah. “… membesarkan usaha ini, maka kebahagiaanya bisa dirasakan banyak orang. Karena semakin besar, makin banyak peluang lapangan pekerjaan terbuka.” (halaman 92)
Bicara tentang membangun rasa percaya diri meraih impian, nama Wika G. Wulandari patut dijadikan teladan. Cerita-cerita yang Wika tulis hanya tersimpan di komputer. Merantau ke Sorong menempuh pendidikan SMA mulai tahun 2011, di tahun 2012 Wika mengikuti lomba cerpen pertamanya dan berhasil menjadi juara I. Sayangnya ada kelemahan ia sendiri temukan ketika menulis, yaitu cenderung mengikuti gaya penulis lain. Wika akhirnya berusaha menemukan gaya menulisnya sendiri. Salah satunya, “Selalu mengangkat topik-topik yang belum diketahui banyak orang, unik, dan memuat informasi baru.” (halaman 174)
Pada tahun 2016 ia mengikuti lomba cerpen dalam Pekan Seni Mahasiswa Daerah (Peksimda). Ia pesimis karena tulisan para pesaingnya lebih bagus. Namun, akhirnya ia berhasil menjuarai Peksimda dan maju ke Peksimnas tahun 2016 di Kendari. Nyali Wika kembali ciut karena lawannya bukan lagi se-Yogyakarta tapi se-Indonesia. Pengalaman berharga ditemui kembali dengan mengikuti Makasar International Writers Festival (MIWF) tahun 2018. Melalui kegiatan itu Wika bertemu penulis-penulis ternama dan mengenal penerbit-penerbit mayor dari Inggris. Ia mengikuti workshop menulis dan berkesempatan menjadi pembicara membagikan pengalaman menulisnya. Mimpi menjadi penulis awalnya akan terasa sulit bagi Wika, tapi Allah selalu punya kejutan dan cara untuk menuntun karir menulisnya. Maka ia selalu percaya bahwa Allah selalu bersama para pemimpi.
Tidak ketinggalan Lelysejati. Menjalani peran sebagai istri, ibu, sekaligus mahasiswa bukanlah hal mudah, tapi juga tidak bisa dianggap sulit begi seorang Lely. Kala itu di usia dua puluh dua ia mulai berkeluarga. Menikah di usia muda, bukannya tidak ada kekhawatiran tentang menyelesaikan studi, masa depan karirnya, dan kekhawatiran orang yang mengintimidasi. Bagi Lely usia muda hanya soal angka dan cepat-lambat sifatnya relatif. Karena bagi seorang muslim, bisa jadi kita membenci sesuatu padahal itu amat baik bagi kita. Begitu pula sebaliknnya, karena Allah Maha Mengetahui. Itu Allah sampaikan melalui Q.S.Al Baqarah ayat 216.
Memilih produktif, Lely rajin mengembangkan usahanya dari rumah. Kemudian mengingat masih rendahnya minat baca orang Indonesia, ia memilih mendirikan rumah baca. Ia berharap rumah baca tersebut dapat bermanfaat dalam menfasilitasi ketersediaan bahan bacaan bagi masyarakat di lingkungan tempatnya tinggal.
Ketiga kisah tersebut tidak asing dan bisa ditemui di masyarakat, tapi kita sering lupa mengambil pelajaran darinya. Tidak berlebihan rasanya jika karya ini tergolong menarik. Mengangkat isu kehidupan terkini menjadi tema sebuah karya akan selalu mampu menyentuh para pembaca, seperti halnya buku ini. Destruksi emosi negatif banyak dialami masyakat masa kini, maka kita diajak belajar menerima bahwa dalam hidup ada hal-hal yang bisa kita kendalikan dan ada yang tidak. Aliran filsafat Stoisisme mempopulerkan istilah itu sebagai dichotomy of control. Senada dengan itu, Stephen R. Covey mengenalkan circle control (lingkaran kontrol) dan circle concern (lingkaran perhatian). Lingkaran kontrol meliputi pikiran, perbuatan, tindakan, cara mengatur emosi kita. Lingkaran perhatian biasanya mengenai perasaan, pendapat, perkataan, dan perbuatan orang lain.
Stoisisme menekankan bahwa kebahagiaan tidak bisa diharapkan dari luar, tapi dari hal-hal yang bisa kita kontrol. Stephen R. Covey mengajarkan agar menjadi pribadi produktif, waktu dan pikiran hanya perlu difokuskan ke hal-hal yang dapat kita kendalikan. Konsep itu ditemukan dalam diri Citra yang fokus mengambangkan bisnis kuliner, meskipun profesi itu berbeda dengan latar belakang pendidikan. Ia tetap senang karena bisnisnya mampu membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain. Wika juga mampu menikmati karir menulisnya meski ia kuliah di jurusan biologi. Sama halnya Lelysejati, di tengah kekhawatirannya ia percaya bahwa menikah di usia muda merupakan rencana terbaik dari Allah. Bahkan ia masih mampu bermanfaat bagi masyarakat melalui rumah bacanya.
Buku ini dikemas dengan masing-masing gaya penulis dengan bahasa yang sederhana, tapi tetap menarik. Sampul buku memiliki ilustrasi dengan komposisi warna yang serasi dan cocok bagi pembaca remaja. Sayangnya jumlah kata setiap tulisan dalam buku ini cukup panjang, sehingga dimungkinkan terjadi kelelahan membaca. Agar nyaman dan nuansanya lebih hidup alangkah baiknya ditambahkan foto-foto kegiatan yang relevan dengan tulisan. Misalnya seperti pada karya Evan Ardiansyah di halaman 95.
Sebagai catatan juga pada buku ini ditemukan ketidakkonsistenan dan beberapa kesalahan penulisan. Misalnya dalam penulisan kata ‘alhamdulillah’ ada yang dicetak miring dan ada yang tidak. Mugkin ini hanyalah masalah kecil, namun semestinya ini dapat diminimalisir karena tulisan telah melalui proses penyuntingan.
Sebuah buku berjudul Berpikir Positif karya Umma Azura, dkk. terbitan Gramedia Pustaka Utama tahun 2014 juga mengangkat tema yang sama. Dalam buku tersebut banyak tertuang pengalaman tentang tetap optimis di atas keraguan orang lain. Seperti keraguan kerabat akan cita-cita anak seorang janda untuk menjadi dokter yang bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Karena kegigihan seorang ibu dan kakak-beradik yang saling membantu, impian itu terwujud. Demikian juga seorang gadis ‘penyakitan’ sejak kecil. Tanpa ragu gadis tersebut tumbuh menjadi siswa yang aktif, ia berani merantau saat kuliah dan lulus dalam waktu 3,5 tahun meski kondisinya tidak mudah. Semua itu terjadi karena waktu dan pikiran mereka tetap fokus pada hal-hal yang dapat dikendalikan.
Jika dibandingkan buku tersebut, Love Your Life, Love Yourself lebih memiliki variasi model penulisannya. Akan tetapi dari segi penuturan, buku Berpikir Positif memiliki gaya bahasa yang lebih seragam dan mengalir. Namun itu relatif, tergantung selera pembaca. Terlepas dari kekurangan tersebut, Love Your Life, Love Yourself layak dan sangat direkomendasikan untuk pembaca dari berbagai kalangan. Tidak hanya bagi remaja yang sedang memurnikan tujuan hidup, tapi juga untuk orang tua dan masyarakat umum. Bagi orang tua buku ini akan membuka pikiran pentingnya dukungan dan sikap saling terbuka dalam mendidik anak. Buku ini juga akan lebih membuka pemikiran masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang ramah dalam melihat setiap perbedaan pilihan hidup.
Setiap orang harus berencana untuk hari esok yang lebih baik, tapi perlu diingat bahwa kesulitan, kekhawatiran, dan kesedihan merupakan kewajaran. Kita hanya perlu menerima rasa itu dan terus berfokus pada tujuan. Tidak masalah jika menemui jalan yang berbeda dengan rencana awal. Hidup lebih terasa bermakna saat kita mampu menikmati, mencintai diri sendiri, dan memberi nilai manfaat bagi sesama. Karena hidup kita tidak sakadar untuk eksis dan mengikuti standar orang lain.
*Penulis lepas yang lahir dan dibesarkan di Karanganyar. Resensi ini memenangkan
Love Your Life, Love Yourself
Judul Buku : Love Your Life, Love Yourself
Penulis : Tri Nurhayati, Wika G. Wulandari, dkk.
Penerbit : Indiva Media Kreasi, Surakarta
Tebal Buku : 208 halaman; 19×13 cm
Cetakan : I, Januari 2020
ISBN : 978-602-495-283-9
“Be yourself,” sebuah nasihat yang tak pernah basi diulang-ulang dari zaman bahuela hingga zaman milenial. Faktanya memang demikian. Banyak orang yang kesulitan menjadi diri mereka sendiri.
Jadilah dirimu sendiri. Tak peduli banyak orang mencibir pilihan jurusan kuliahmu hanya karena terlihat kurang prospektif. Cintailah dirimu sendiri, meskipun kamu seorang perempuan yang senang belepotan dengan oli misalnya. Kamu sendiri yang menjalani kehidupanmu. Kamu sendiri yang akan menjalani jatuh bangun perjuanganmu sebelum akhirnya mendapatkan apa yang kamu impikan dan perjuangkan. Sekali lagi, kamu sendiri yang menjadi tokoh utama dalam lakon hidupmu. Bukan tetanggamu, teman-temanmu, ataupun follower mediasosialmu. Jalani pilihan hidupmu dengan menjadi diri sendiri.