Oleh: Muhammad Rasyid Ridho
Banyak yang menganggap masa remaja adalah masa untuk bersenang-senang, menghabiskan waktu dengan bebas, hingga kebablasan dan terjerumus pergaulan bebas. Padahal ilmuwan jenius Albert Einstein pernah mengatakan, “Tak ada yang pernah mengatakan, menjadi remaja adalah masa-masa yang mudah.” Dapat dimengerti, berarti masa remaja menurut Einstein adalah masa yang sulit, penuh aral melintang, terjal dan berisiko.
Hal ini senada dengan kisah nyata yang tertoreh dalam sejarah yang gemilang, seperti kisah Al-Fatih dalam usia 12 tahun naik takhta, dan mampu mengalahkan John Hunyadi dari Transylvania dan Raja Vladislav I dari Hungaria. Kemudian, pada usia 21 tahun, Al-Fatih menaklukkan Konstantinopel. Sebagai seorang pemenang, Al-Fatih ternyata telah mengisi masa remajanya dengan belajar, latihan dan beribadah dengan giat nan tekun. Ternyata, apa yang dia harapkan pun terjadi di masa remajanya. Prestasi yang sangat luar biasa.
Kisah remaja sukses lainnya adalah Christopher Paolini yang ternyata menulis novel laris Eragon pada usia 17 tahun. Berbalik 180 derajat dengan sebagian besar remaja masa kini, masa remaja digunakan untuk foya-foya, hidup bebas, namun berharap masa depan akan baik-baik saja. Sungguh ironis dan membuat miris.
Hal ini mengusik penulis puluhan buku Sinta Yudisia, hingga kemudian dia menulis buku yang berjudul, CintaxCinta=Cinta2. Buku ini diharapkan menjadi panduan remaja agar memiliki jalan hidup yang lebih terarah. Sebagai penulis yang kini juga menjadi psikolog, buku ini cukup kental membahas remaja dari keilmuan psikologi.
Sistematika buku ini terdiri dari empat bab. Bab pertama buku ini membahas dan mengenalkan tentang kehidupan remaja. Dimulai dari definisi remaja beserta ciri khasnya. Kemudian membahas bagaimana perkembangan otak dan hati remaja, yang kemudian berpengaruh dengan apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh remaja. Seperti, masa remaja tidak hanya masa pertumbuhan, tetapi juga masa di mana mulai tertarik dengan lawan jenis. Bahkan ada yang merasa telah menemukan cinta sejatinya, padahal sebenarnya jika menurut teori Robert Sternberg, bisa jadi cinta yang dirasakan hanyalah cinta buta, cinta karena fisik, dan langsung ada komitmen (halaman 32).
Maka, sejatinya cinta yang harus ditumbuhkan di masa remaja adalah cinta persahabatan dan cinta teman sejawat. Bukan cinta monyet atau puppy love,yang tidak ada keseriusan di dalamnya, seringkali rasa cintanya pun berubah-ubah bila menemukan orang yang dianggap lebih baik dari yang sebelumnya dicinta. Hal ini Sinta bahas dalam bab kedua, dengan menunjukkan bahwa jatuh cinta bukan satu-satunya agenda siswa SMP dan siswa SMA (halaman 57). Karena masa remaja yang hanya 6-8 tahun, sangat disayangkan jika hanya dihabiskan untuk urusan cinta monyet. Maka, alangkah baiknya masa remaja digunakan untuk mengukir prestasi layaknya Al-Fatih atau Christopher Paolini.
Pada bab ketiga Sinta, membahas tentang bagaimana caranya agar menjadi remaja yang dicintai. Sinta memberi beberapa tips, di antaranya menjadi remaja yang suka menolong dan menanamkan sejak dini sifat welas asih kepada sesama (halaman 78). Tips kedua dari Sinta adalah mencintai diri sendiri dengan merawat fisik yang telah dianugerahkan Allah sebaik mungkin, selain itu cintailah diri sendiri dengan mencari kemampuan positif yang dimiliki. Selain itu, tips dari Sinta adalah mencintai orang tua dan juga mencintai teman, dengan demikian insya Allah nantinya, akan menjadi remaja yang dicintai.
Bab terakhir Sinta melengkapi buku ini dengan kisah-kisah nyata inspiratif tentang cinta yang menakjubkan sepanjang sejarah. Salah satunya tentang kisah Sofia istri Nabi yang berasal dari bangsawan Yahudi. Karena cinta dan kasih tulusnya kepada Nabi, Nabi pun membelanya ketika istri-istri Nabi lainnya tidak suka kepada sikap Sofia ketika Nabi sedang sakit (halaman 104).
Sekilas, buku ini mirip dengan karya Sinta sebelumnya yang berjudul, Kitab Cinta dan Patah Hati. Namun, perbedaannya buku terbaru karya Ketua Umum Forum Lingkar Pena ini lebih membahas tentang remaja. Begitu juga dengan bahasa yang Sinta pakai, lebih luwes, mengalir dan khas remaja. Karena memang buku ini ditujukan bagi pembaca remaja, selain itu buku ini juga sebaiknya dibaca oleh para orang tua agar bisa memandu anaknya yang sedang mencari jati diri ke jalan yang benar nan penuh prestasi. Insya Allah, semoga. Selamat membaca!
CintaxCinta=Cinta2
Judul : CintaxCinta=Cinta2
Penulis : Sinta Yudisia
Editor : Ayu Wulan
Penerbit : Penerbit Indiva
Tahun Terbit : Cetakan I, September 2015
Jumlah Halaman : 144 halaman
ISBN : 978-602-1614-69-3
“Tak ada yang pernah mengatakan, menjadi remaja adalah masa-masa yang mudah.”
Albert Einstein
Puppy love (bukan cinta anjing, ya, tapi cinta monyet) adalah cinta yang terjadi di masa remaja. Entah mengapa dia disebut cinta monyet. Mungkin karena cinta ini masih sekedar main-main, belum mengarah kepada hal serius. Misalkan, SMP jatuh cinta, tentu tidak terjadi pembahasan kapan pihak cowok akan datang ke rumah orangtua cewek untuk berkenalan dengan calon mertua. Atau pihak cewek menanyakan, berapa penghasilan si cowok. Penghasilan belum ada, yang ada uang saku jatah orangtua.
Sebetulnya, apa sih hati itu?
Mengapa pula simbol hati seperti ini ♥?
Di manakah letak hati? Apakah hati itu sebenarnya jantung atau liver atau justru sinyal otak yang dikirimkan ke dada? Mengapa jika bertemu dengan orang yang disukai maka hati (atau jantung?) berdebar-debar?
Penasaran? Buka buku ini dan dapatkan ulasan lengkapnya!