Oleh Thomas Utomo
Judul : Izinkan Aku Mandiri
Pengarang : Nasywa Delia, dkk
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Cetakan : Pertama, Oktober 2018
Tebal : 120 halaman
ISBN : 978-602-5701-46-7
Buku Izinkan Aku Mandiri memuat sembilan cerita pendek anggitan enam gadis kecil yang menginjak sia remaja. Cerita pendek pertama berjudul Superhero Dunia karya Farah Hasanah Kristianto, mengisahkan tentang Afif yang keranjingan superhero khayalan di televisi. Dia bahkan mempengaruhi teman-temannya untuk menggemarinya. Kemudian, timbul diskusi menarik soal apa itu superhero khayalan dan superhero kenyataan?
“Superhero yang ada di film emang baik, menyelamatkan manusia. Tapi, di dunia nyata, bukankah superhero yang saling tembak-menembak dengan monster itu tidak ada?” (halaman 9).
Cerita pendek kedua berjudul Perpustakaan Kakek karya Siti Atika Azzahrah—di antaranya—menyoroti soal perbedaan mencari pengetahuan lewat buku dan gawai.
“Kita memiliki kepuasan tersendiri saat membaca buku. Teksturnya, aroma, dan perasaan dari buku itu. Sedangkan ponsel? Gawai canggih? Apa kepuasannya? Karena mahal harga atau merek terkemuka?” (halaman 14).
Bagian lain yang menarik dari cerita pendek ini adalah ironi yang diilustrasikan penulis sebagai berikut, “’Cucuku sudah besar, ya!’ ucap Kakek dengan senyum bangga. Ia dipeluk dan Adam merasa diperlakukan seperti anak kecil, meski telah dikatakan sudah besar.” (halaman 12).
Dalam cerita pendek ketiga, berjudul Izinkan Aku Mandiri karya Nasywa Dellia Puteri, pembaca diajak untuk merasakan betapa tidak nyamannya jadi anak yang terlalu dimanja dan serba dilindungi. Hendak berbuat apa-apa, tidak boleh! Sekadar membantu mengerjakan tugas rumah tangga yang ringan, dilarang!
Seperti dua cerita pendek sebelumnya, dalam cerita pendek ini pun, tercantum sekelumit perbandingan atau diskusi seputar dua hal yang berbeda. Dalam konteks cerita pendek ini, adalah mengenai perbandingan kemandirian maupun keuletan antara bekerja menjadi karyawan dan pedagang.
“Aku senang orang tuaku bekerja menjadi pedagang atau pengusaha. Mereka lebih dari pegawai, bisa mengatur karyawan-karyawan mereka untuk melakukan sesuatu … Dengan berdagang, kita juga bisa melatih keberanian dan kejujuran.” (halaman 29).
Cerita pendek selanjutnya bertajuk Jangan Bandingkan, merupakan tulisan Zata Yumni Adania Tarisa Iskandar. Dalam cerita pendek sepanjang sepuluh halaman ini, Zata ‘menggugat’ sikap orang-orang yang terlalu mementingkan prestasi akademik dan merendahkan prestasi kinestetik.
“Coba Mbak Fina perhatikan, setiap ilmu yang diajarkan guru Mbak Fina itu, apakah semuanya diterapkan dalam kehidupan? … Iya, mungkin memang diterapkan. Tetapi, itu hanya untuk beberapa profesi. Kalau misalnya, orang berprofesi sebagai perias seperti Bulik, tidak perlu kebanyakan menghafal rumus Matematika, Fisika, dan lain sebagainya. Kalau Mbak Fina mau jadi atlet, pelajaran-pelajaran itu mungkin tidak akan terpakai. Bukannya maksud Bulik itu tidak berguna … ” (halaman 41).
Cerita pendek berikut, masih karya Zata Yumni. Judulnya, Royalti Pertama. Cerita pendek ini tampaknya berasal dari pengalaman pribadi penulis—bisa ditandai di antaranya lewat judul buku yang dibuat tokoh Silvi, hampir serupa dengan judul buku pertama kreasi Zata Yumni: Asyiknya Belajar Menggambar. Isinya sangat memotivasi pembaca yang tertarik untuk menjadi penulis. Betapa menulis adalah sebuah bidang yang layak diperjuangkan, pantas untuk ditekuni. Bukan saja soal royaltinya, tapi bagaimana perjuangan menaklukkan diri sendiri: melawan rasa malas, bosan, capek, dan sebagainya.
Impian Seorang Putri karya Anindya Rahma bertutur mengenai usaha seorang tunawicara untuk meraih cita-citanya. Dalam cerita pendek ini—setidak-tidaknya—terkandung nilai-nilai pantang menyerah, semangat baja, toleransi, tolong-menolong, serta kekuatan persahabatan dan optimisme.
Cerita pendek ketujuh, berjudul Be Yourself, Fatia! karya Rizka Amelia Dewi menarik sekali, menyentil pembaca tentang pribadi yang menggantungkan kebahagiaan berdasarkan pendapat atau omongan orang. Padahal, jika dituruti, komentar orang tentu tidak ada habis-habisnya.
Sayangnya, kebagusan cerita pendek ini terganggu dengan ‘semangat’ penulis untuk menyodorkan pesan atau kesimpulan secara verbal di dua paragraf terakhir. Sesungguhnya, tanpa perlu diembel-embeli ‘pesan sponsor’ secara gamblang pun, cerita pendek ini sudah menyiratkan makna yang insyaallah dapat dimengerti pembaca.
Cerita pendek kedelapan ialah Hadiah dari Bintang, buah pena Anindya Rahma. Isinya mengenai manisnya hubungan persaudaraan. Kalimat menarik yang patut dikutip dari cerita pendek ini yaitu, “Melihatmu ceria adalah hadiah terbaik untuk kakak. Jadi, teruslah tersenyum agar bisa membuat kakak senang.” (halaman 97).
Cerita pendek paling bontot berjudul Misteri Pedagang Jajan Sekolah karya Nasywa Dellia Puteri. Isinya tentang pedagang makanan yang kerap berlaku tidak jujur, di antaranya dalam mencampur bahan makanan, agar bisa meraup untung lebih banyak.Sembilan cerita pendek tersebut sangat layak baca untuk menginternalisasi nilai-nilai kebijaksanaan hidup ke dalam diri anak-anak. Tidak cuma kontennya saja, penyajian buku ini—baik ilustrasi maupun tata letak yang dekoratif—pun menarik, sehingga insyaallah makin menyemangati ananda untuk merampungkan melahap semua suguhan cerita.
*Thomas Utomo adalah guru SDN 1 Karangbanjar, Purbalingga, Jawa Tengah. Menulis novel Petualangan ke Tiga Negara yang diterbitkan Indiva Media Kreasi. Dapat dihubungi lewat 085802460851 atau utomothomas@gmail.com.