Resensi Novel Anak Peta Rahasia Nehan
Oleh: Thomas Utomo
Judul : Peta Rahasia Nehan (Novel Anak)
Pengarang : Maya Lestari Gf.
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Cetakan : Pertama, Maret 2023
Tebal : 128 halaman
ISBN : 978-623-253-043-0
(RESENSI DIMUAT DI MAJALAH DERAP GURU)
Autisme adalah kelainan perkembangan saraf yang mempengaruhi perilaku dan interaksi sosial. Anak pengidap autisme memiliki hambatan dalam berkomunikasi, berinteraksi sosial, berperilaku, dan mengontrol emosi. Autisme bersifat menetap dan tidak dapat disembuhkan, hanya dapat dibantu dengan perawatan rutin.
Pada umumnya, anak pengidap memiliki kecerdasan di atas rata-rata, antara lain karena mereka memiliki daya konsentrasi lebih, ingatan kuat, fokus terhadap detail, serta memiliki imajinasi tinggi.
Adalah Nehan, bocah laki-laki pengidap autisme, yang suatu hari pergi dari rumah untuk berpikir. Sebetulnya, dia sudah sering pergi dari rumah untuk berpikir, tapi kali itu, dia pergi terlalu jauh, hingga tersesat. Nehan menggelandang di jalanan, ditemukan polisi, lalu diantarkan ke panti asuhan. Selama dua tahun bermukim di panti asuhan, Nehan tidak pernah bicara. Penghuni panti meragukan, apakah dia bisa bicara atau tidak?
Kegiatan Nehan sehari-hari adalah menggambar dengan detail mengagumkan. Suatu hari, Dwan, bocah paling bengal di panti menenggelamkan buku gambar Nehan di bak air. Semua gambar Nehan lenyap, dibasuh air.
Ajaib, Nehan bisa menggambar ulang dengan bentuk, urutan, dan detail serupa. Rosi, satu-satunya penghuni panti yang paling perhatian pada Nehan, meyakini bahwa coretan tangan si bocah autisme, bukan sekadar gambar. Ada makna di situ. Ada taburan perlambang, dalam detail gambar yang menjadi cara bagi Nehan untuk mengungkapkan isi pikiran dan kegelisahannya.
Rosi mengajak (tepatnya, memaksa) Dwan berkongsi dengannya, memecahkan teka- teki dalam gambar Nehan. Dan untuk itu, mereka harus kabur dari panti, menempuh perjalanan panjang berliku, yang tak terbayangkan sebelumnya.
Novel Peta Rahasia Nehan adalah Juara I Kompetisi Menulis Indiva, kategori Novel Anak. Sekadar trivia, novel yang dianggit dari hasil beasiswa Residensi Penulis Komite Buku Nasional ini, awalnya diberi judul Nehan dan Kerajaan Manusia Burung oleh Maya Lestari Gf., pengarangnya.
Dalam novel ini, pengarang tak sekali pun menguraikan pengertian autisme beserta ciri- ciri dan kecenderungannya (seperti yang saya tulis di awal resensi). Yang pengarang lakukan adalah menceburkan pembaca dalam pengalaman berinteraksi dengan anak pengidap autisme (dari sudut pandang Rosi) dan pengalaman otentik Nehan (dari kacamata Elohan, si manusia burung; merupakan fantasi Nehan dalam memandang dirinya sendiri).
Kalau pun ada ‘pengertian’ apa itu autisme, pengarang hanya menunjukkan perumpamaan mengenai cara kerja otak anak tersebut,
“… seperti air mancur. Air mancur beda dengan air terjun. Air terjun adalah air yang jatuh dari atas. Air mancur adalah air yang menyemprot dari bawah. Otak kita bekerja seperti air terjun, sementara otak Nehan seperti air mancur. Air mancur bisa melompat tinggi sekali, lalu menyemprot ke mana-mana.” (halaman 37).
Dibandingkan Kereta Malam Menuju Harlok (novel anak karya Maya Lestari Gf. yang juga memenangkan Kompetisi Menulis Indiva), alur cerita Peta Rahasia Nehan, terasa lebih dinamis. Garis waktu dalam tiap bab, tampak melompat-lompat dari masa sekarang, masa lalu, kembali ke masa sekarang, dan seterusnya (Walau, jika dicermati, sesungguhnya, cerita ini berupa past tense. Kita bisa menandai, di antaranya dari pembukaan bab 1 halaman 7 dan bab 2 halaman 16). Pun latar tempatnya bisa berpindah-pindah, dari realita ke dunia fantasi Elohan, si manusia burung di Hutan Meredu.
Persamaan Peta Rahasia Nehan dengan Kereta Malam Menuju Harlok adalah ceritanya cenderung gelap, muram, dan didominasi aroma kesedihan. Tokoh-tokohnya bernasib malang: Tamir anak yatim piatu berkaki satu, Nehan anak berkebutuhan khusus yang terdampar di panti asuhan. Keterbatasan yang dialami para tokoh, dapat mempengaruhi pembaca untuk belajar berempati. Juga belajar bagaimana cara menghadapi hidup yang tidak selalu mudah, bagaimana menjadikan keterbatasan bukan sebagai alasan untuk tidak berbuat. Justru keterbatasan adalah alasan utama untuk bangkit, melampaui ketidakberdayaan.
Yang menarik, tokoh hero dalam novel ini, bukan orang dewasa, melainkan anak-anak. mereka yang memikirkan, mencari jalan keluar, dan memecahkan masalah dengan cara mereka sendiri, kendati kadang ada trial and error.
Akhirnya, melalui karya ini, pengarang mengajak pembaca memandang dunia dari perspektif berbeda dan memahami perasaan-pikiran-kondisi orang lain dengan segala problematikanya. [yms].
*Thomas Utomo adalah guru SD Negeri 1 Karangbanjar. Menulis cerpen, novel, resensi, catatan perjalanan, dan sebagainya. Bermukim Purbalingga, Jawa Tengah. Dapat dihubungi lewat surel utomothomas@gmail.com.