Jatuh cinta atau timbulnya perasaan suka terhadap lawan jenis merupakan salah satu tanda primer pubertas. Sama halnya dengan bahagia, kecewa, sedih, atau marah, ketertarikan tersebut adalah perasaan yang valid dan tidak perlu denial menghadapinya. Namun perlu manajemen atau kontrol diri agar bisa menyikapinya secara bijaksana. Ibarat kuda tunggangan, setiap orang perlu punya tali kekang untuk mengendalikannya alih-alih kita sendiri yang justru disetir oleh perasaan tersebut.
Bagi remaja dengan gejolak emosi yang belum stabil, menyikapi perasaan tersebut, adalah suatu tantangan tersendiri. Sebab, kita sama-sama mafhum, cinta adalah perasaan yang mengombang-ambingkan: membahagiakan di satu sisi, membikin bingung di sisi lain, malah tak jarang memicu persoalan baru, seperti tersendatnya kelancaran studi, rusaknya hubungan orang tua-anak, bahkan kriminalitas. Butuh kehadiran orang dewasa sebagai support system guna merintangi hal tersebut.
Dalam konteks itulah, buku Ayah, Bunda, Dampingi Aku Saat Jatuh Cinta dihadirkan. Karya dosen Psikologi IAIN Salatiga yang menjadi salah satu pemenang Kompetisi Menulis Indiva kategori Naskah Nonfiksi ini, mengetengahkan bahasan praktis dan memandu bagi orang tua guna mendampingi anak-anak mengelola ragam rasa cinta dengan lebih baik.
Melalui buku ini, penulis meyakinkan pembaca akan pentingnya perhatian, peran, serta tanggung jawab orang tua dalam mendampingi anak-anak mengarungi pergolakan virus merah jambu ini. Di antaranya, menyitir perkataan Imam Ghazali, bahwa mendidik anak-anak termasuk urusan paling penting dan harus mendapat prioritas lebih dari urusan lainnya (halaman 13).
Jangan sampai orang tua beranggapan, anak akan dengan sendirinya memahami gejolak perasaan cinta termasuk cara mengendalikannya tanpa perlu bimbingan kalangan dewasa terpercaya. Salah-salah, anak justru bisa tersesat di belantara pengejawantahan cinta yang keliru seperti suka sesama jenis atau hubungan seks di luar pernikahan.
Penulis juga mengemukakan perubahan lahir-batin di masa remaja dari sudut pandang medis dan psikologis. Dalam mendampingi anak di masa-masa perubahan ini, penting sekali orang tua memposisikan diri sebagai sahabat yang tidak hanya hadir secara fisik, tapi juga hati dan atensi. Sangat perlu orang tua bersikap moderat dengan mendengarkan anak, tanpa banyak khotbah, apalagi penghakiman. Tak kalah penting, adalah sinergi ayah-ibu. Jangan sampai anak mengalami ‘penyakit’ busung ayah akibat pendidikan dan pendampingan buah hati dilimpahkan 100 % ke pundak ibu. Cermin sinergi ayah-ibu ini juga bisa mengilhami anak untuk membangun relasi asmara positif yang serupa, dengan pasangan halalnya, kelak.
Agar dapat menjadi berkontribusi secara positif dalam mendampingi anak yang mulai mengenyam rasa cinta, orang tua harus membekali diri dengan pengetahuan yang cukup, jelas, dan bertanggung jawab. Dalam hal pacaran, misalnya. Alih-alih langsung melarang atau sebaliknya justru mengizinkan anak membuhulkan hubungan dengan dalih cuma cinta monyet, orang tua dapat mengajak berdiskusi seputar pacaran: dampak, kecenderungan, adakah manfaat, atau potensi kerugiannya? disertai pertimbangan-pertimbangan moral-spiritual. Dan untuk itu, keterampilan komunikasi dan wawasan luas orang tua, mutlak diperlukan (halaman 138-150).
Kelebihan buku ini, selain disampaikan dengan pilihan kata yang gampang dicerna, di dalamnya, dilengkapi lembar aktivitas, evaluasi, kurikulum, serta kutipan kata mutiara di setiap bab. Sedikit kekurangan buku ini adalah di beberapa tempat, ada penulisan kata lewat, kurang efektif, maupun salah ketik seperti di halaman 11, 183, 187.
Data Buku
Judul :Ayah, Bunda, Dampingi Aku Saat Jatuh Cinta
Pengarang :Wida Az Zahida
Penerbit :Indiva Media Kreasi
Tebal :216 halaman
Cetakan :Pertama, Januari 2023
ISBN :978-623-253-125-3
Bancar Badhog Centre, 8 Oktober 2023
Penulis Resensi
Thomas Utomo adalah guru SD Negeri 1 Karangbanjar, Purbalingga, Jawa Tengah. Ia menulis cerpen, novel, resensi, catatan perjalanan, dan sebagainya. Saat ini, bermukim di Purbalingga, Jawa Tengah.