judul gambar
judul gambar
Artikel

Mengapa Buku Fiksi Penting untuk Anak? (Perspektif Theory of Mind)

judul gambar

Oleh Yeni Mulati (CEO PT Indiva Media Kreasi)

Saat ini, kita bisa melihat bahwa dunia sudah berkembang semakin kompleks dan serba cepat. Kemajuan teknologi di satu sisi bisa membentuk anak untuk cerdas secara akademik. Akan tetapi, meskipun kita bisa tersenyum lebar melihat prestasi anak-anak kita yang semakin membaik, dan jauh meninggallkan era kita saat bocah dulu, sebenarnya tersisa juga rasa khawatir di dalam benak kita. Ya, ada sejumlah tantangan yang suka tidak suka, disadari atau tidak disadari, harus kita antisipasi. Salah satunya adalah bagaimana membuat anak peka secara emosional dan dan luwes serta tanggap secara sosial. Dua hal ini, kondisi emosional dan sosial, saya rasakan sendiri merupakan sebuah tantangan yang harus diantisipasi para orang tua.

judul gambar

Sebagai salah seorang yang bergiat di literasi, dan bahkan mendirikan penerbit Indiva sejak 2007, saya memiliki satu usulan yang perlu direspon dalam diskusi yang hangat dengan para orang tua. Saya sangat percaya, bahwa membaca buku, dalam hal ini adalah buku fiksi, tentu dengan aktivitas yang cukup intens, mampu menjadi salah satu cara untuk mengatasi tantangan tersebut. Membaca buku fiksi adalah cara efektif untuk menumbuhkan empati, pemahaman sosial, dan kecerdasan emosional pada anak adalah melalui buku fiksi. Setidaknya, ada satu teori yang bisa menjelaskan, dan suatu saat barangkali bisa dibuktikan dalam riset, yakni Theory of Mind. Percayalah, bahwa di balik kesan sederhana dari cerita-cerita imajinatif yang banyak dianggap sebagai khayalan, sebenarnya tersembunyi manfaat besar yang bisa dijelaskan melalui sebuah teori psikologi perkembangan bernama Theory of Mind (ToM).

Theory of Mind

Apakah Theory of Mind itu? Secara ringkas, Theory of Mind adalah kemampuan seseorang untuk memahami bahwa orang lain memiliki pikiran, keyakinan, keinginan, niat, dan emosi yang bisa saja berbeda dari dirinya. Kemampuan ini sangat penting dalam kehidupan sosial, karena tanpanya seseorang akan kesulitan membaca situasi, memahami isyarat sosial, atau menanggapi perasaan orang lain secara tepat. Bagi anak-anak, ToM merupakan fondasi penting dalam perkembangan empati dan kemampuan berelasi.

Lalu, bagaimana membaca fiksi dapat melatih Theory of Mind? Jawabannya terletak pada struktur naratif fiksi itu sendiri. Saat membaca cerita fiksi, anak dihadapkan pada tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang, tujuan, konflik, dan perasaan yang berbeda-beda. Untuk memahami jalannya cerita, anak harus menempatkan diri pada posisi tokoh: mengapa tokoh ini marah? Mengapa ia berbohong? Apa yang dirasakan tokoh lain ketika dikhianati? Proses ini secara tidak langsung melatih anak untuk memikirkan keadaan mental orang lain — inti dari Theory of Mind.

Banyak penelitian yang mendukung hubungan antara membaca fiksi dan meningkatnya kemampuan empatik serta sosial. Anak-anak yang terbiasa membaca cerita, terutama yang menghadirkan konflik psikologis dan dilema moral, lebih terlatih untuk memahami bahwa satu situasi bisa dilihat dari berbagai sudut pandang. Mereka pun cenderung lebih toleran terhadap perbedaan, dan lebih mampu membaca ekspresi atau perasaan teman-temannya dalam interaksi sehari-hari.

Lebih jauh, membaca fiksi memberi ruang aman bagi anak untuk mengeksplorasi emosi yang rumit — seperti iri hati, kehilangan, atau penyesalan — tanpa harus mengalaminya langsung. Dalam cerita, anak belajar bahwa orang bisa berubah, bahwa niat baik kadang tidak menghasilkan hasil yang baik, atau bahwa orang jahat pun punya latar belakang yang membuatnya demikian. Semua ini memperkaya pemahaman anak terhadap kompleksitas manusia, dan pada akhirnya, membentuk pribadi yang lebih bijak dan penuh empati.

Buku Fiksi di Antara Gawai dan Internet

Di tengah maraknya gawai dan hiburan visual yang cenderung pasif, membiasakan anak membaca buku fiksi menjadi pilihan bijak. Tak hanya mengasah imajinasi, buku fiksi juga membangun kecerdasan emosional dan kemampuan sosial yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan nyata. Maka, tak berlebihan jika kita menyebut membaca fiksi sebagai salah satu bentuk latihan empati terbaik bagi anak-anak.

Dengan kata lain, membuka halaman demi halaman cerita fiksi sesungguhnya adalah membuka jendela ke dalam pikiran dan hati orang lain. Dan di sanalah, empati lahir, tumbuh, dan mengakar. Jika hal tersebut terus dilakukan, tetapi tentu dengan mengarahkan anak agar juga seimbang dalam hal-hal yang lain, seperti belajar, beribadah, bergaul dengan teman sebaya, dan aktivitas lainnya, maka kita akan bisa tersenyum lebar melihat anak-anak kita ternyata bisa melewati proses perkembangan psikososialnya dengan baik.

judul gambar
Indiva Media Kreasi, penerbit buku di Kota Surakarta, telah berkhidmat sejak 1 Agustus 2007. Mengusung tagline: Sahabat Keluarga.

Related Posts

1 of 7

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *