Maya Lestari Gf merupakan sosok penulis perempuan yang namanya semakin diperhitungkan di jagad kesusatraan Indonesia. Berbagai penghargaan dalam dunia sastra telah diperolehnya. Salah satunya adalah penghargaan Writer of the Year Indonesia International Book Fair (IIBF) 2023 yang diselenggarakan oleh IKAPI Pusat. Ini tentu sebuah prestasi yang mengagumkan dan perlu kita apresiasi, bukan?
Indiva sangat beruntung, karena diberikan kepercayaan untuk menerbitkan naskah-naskah Mbak Maya. Ada 3 naskah beliau yang terbit di Indiva Media Kreasi, yaitu “Cinta Segala Musim” yang bergenre fiksi dewasa, dan dua novel anak, yaitu “Kereta Malam Menuju Harlok” dan “Peta Rahasia Nehan”. Menariknya, ketiga naskah ini merupakan pemenang dari Kompetisi Menulis Indiva yang diselenggarakan oleh Indiva.
Sebagai informasi, Indiva memang pernah mengadakan Kompetisi Menulis Indiva selama beberapa tahun. Dahulu, kompetisi dilakukan secara rutin. Sehingga naskah-naskah yang terbit di Indiva, mayoritas memang hasil lomba yang superketat dan melibatkan banyak penulis nasional bergengsi. Bahkan, cerita-cerita anak yang ditulis para anak dengan lini Penulis Cilik Indonesia (PECI), pun semuanya memiliki kualitas unggul yang tak kalah dengan cerita yang ditulis orang dewasa. Beberapa penulis PECI saat ini telah dikenal sebagai penulis remaja yang produktif, seperti Sherina Salsabila, Shofa Salsabila, Zatta Yumni Adania Tarisa, dll.
Sayangnya, saat pandemi, kegiatan bagus ini berhenti sementara. Menurut CEO PT Indiva Media Kreasi, Afifah Afra alias Yeni Mulati, S.Si, M.M, M.Psi, jika ada kesempatan baik, insya Allah kegiatan ini akan diselenggarakan lagi. “Menunggu waktu yang tepat. KMI adalah salah satu kekhasan Indiva yang harus dipertahankan. Insya Allah suatu saat akan kami selenggarakan lagi. Dengan cara ini, Indiva berhasil menjaring naskah-naskah terbaik, yang tak hanya mengangkat marwah Indiva, tetapi juga memberi sumbangan untuk literasi di Indonesia,” papar sosok yang akrab dipanggil dengan nama Mbak Afra itu.
Kereta Malam Menuju Harlok
Dua novel anak karya Maya Lestari Gf ini terbilang unik, atau bisa dikatakan “lain daripada yang lain”. “Kereta Malam Menuju Harlok” adalah novel anak karya Maya Lestari Gf yang diterbitkan oleh Indiva Media Kreasi pada Januari 2021. Novel ini mengisahkan perjalanan Tamir, seorang anak yatim piatu dengan keterbatasan fisik, yang hanya memiliki satu kaki dan satu mata. Tamir tinggal di Kulila, sebuah panti asuhan sederhana yang menampung anak-anak dengan disabilitas. Kehidupan di Kulila penuh tantangan, terutama setelah satu-satunya pegawai yang tersisa, Amang, meninggalkan mereka.
Suatu malam, saat hujan deras dan bencana melanda, Tamir menemukan dirinya berada di sebuah kereta misterius yang membawanya ke Harlok, sebuah kota di langit. Di sana, Tamir dan anak-anak lainnya dipaksa bekerja sebagai penambang batu seruni di bawah pengawasan Vled, sosok yang kejam dan memanfaatkan anak-anak terlantar untuk kepentingannya sendiri. Meskipun menghadapi kondisi yang keras, Tamir menunjukkan keberanian dan semangat juang yang tinggi untuk melawan ketidakadilan yang mereka alami.
Novel ini berhasil mengangkat tema eksploitasi anak dan perjuangan mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Melalui karakter Tamir, pembaca diajak untuk memahami arti keberanian, ketabahan, dan pentingnya harapan. Gaya penulisan yang imajinatif dan alur cerita yang menegangkan membuat novel ini layak dibaca oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Secara keseluruhan, “Kereta Malam Menuju Harlok” adalah novel yang tidak hanya menghibur tetapi juga memberikan pelajaran berharga tentang kehidupan, keberanian, dan harapan. Dalam KMI 2020, Kereta Malam Menuju Harlok mendapatkan predikat juara kedua dalam kategori fiksi anak, sementara juara satu adalah Tragedi Apel dan Buku Ajaib Jiko, karya Yosep Rustandi.
Peta Rahasia Nehan
Setelah sukses di KMI 2020, Maya Lestari Gf memancang kesuksesan kedua dengan menulis Peta Rahasia Nehan. Novel anak ini diganjar dengan juara pertama di KMI 2021. Para juri dibuat kesengsem dengan Peta Rahasia Nehan yang istimewa, karena tidak hanya sekadar mengangkat soal petualangan, tetapi juga problematika pelik yang terjadi pada anak, yaitu autisme.
Autisme adalah kelainan perkembangan saraf yang mempengaruhi perilaku dan interaksi sosial. Anak pengidap autisme memiliki hambatan dalam berkomunikasi, berinteraksi sosial, berperilaku, dan mengontrol emosi. Autisme bersifat menetap dan tidak dapat disembuhkan, hanya dapat dibantu dengan perawatan rutin.
Pada umumnya, anak pengidap memiliki kecerdasan di atas rata-rata, antara lain karena mereka memiliki daya konsentrasi lebih, ingatan kuat, fokus terhadap detail, serta memiliki imajinasi tinggi.
Adalah Nehan, bocah laki-laki pengidap autisme, yang suatu hari pergi dari rumah untuk berpikir. Sebetulnya, dia sudah sering pergi dari rumah untuk berpikir, tapi kali itu, dia pergi terlalu jauh, hingga tersesat. Nehan menggelandang di jalanan, ditemukan polisi, lalu diantarkan ke panti asuhan. Selama dua tahun bermukim di panti asuhan, Nehan tidak pernah bicara. Penghuni panti meragukan, apakah dia bisa bicara atau tidak?
Kegiatan Nehan sehari-hari adalah menggambar dengan detail mengagumkan. Suatu hari, Dwan, bocah paling bengal di panti menenggelamkan buku gambar Nehan di bak air. Semua gambar Nehan lenyap, dibasuh air.
Ajaib, Nehan bisa menggambar ulang dengan bentuk, urutan, dan detail serupa. Rosi, satu-satunya penghuni panti yang paling perhatian pada Nehan, meyakini bahwa coretan tangan si bocah autisme, bukan sekadar gambar. Ada makna di situ. Ada taburan perlambang, dalam detail gambar yang menjadi cara bagi Nehan untuk mengungkapkan isi pikiran dan kegelisahannya.
Rosi mengajak (tepatnya, memaksa) Dwan berkongsi dengannya, memecahkan teka- teki dalam gambar Nehan. Dan untuk itu, mereka harus kabur dari panti, menempuh perjalanan panjang berliku, yang tak terbayangkan sebelumnya.
Novel Peta Rahasia Nehan adalah Juara I Kompetisi Menulis Indiva, kategori Novel Anak. Sekadar trivia, novel yang dianggit dari hasil beasiswa Residensi Penulis Komite Buku Nasional ini, awalnya diberi judul Nehan dan Kerajaan Manusia Burung oleh Maya Lestari Gf., pengarangnya.
Menurut Thomas Utomo, peresensi buku-buku yang cukup terkenal, dibandingkan Kereta Malam Menuju Harlok, alur cerita Peta Rahasia Nehan, terasa lebih dinamis. Garis waktu dalam tiap bab, tampak melompat-lompat dari masa sekarang, masa lalu, kembali ke masa sekarang, dan seterusnya. Pun latar tempatnya bisa berpindah-pindah, dari realita ke dunia fantasi Elohan, si manusia burung di Hutan Meredu.
Persamaan Peta Rahasia Nehan dengan Kereta Malam Menuju Harlok, masih menurut Thomas Utomo, adalah ceritanya cenderung gelap, muram, dan didominasi aroma kesedihan. Tokoh-tokohnya bernasib malang: Tamir anak yatim piatu berkaki satu, Nehan anak berkebutuhan khusus yang terdampar di panti asuhan. Keterbatasan yang dialami para tokoh, dapat mempengaruhi pembaca untuk belajar berempati. Juga belajar bagaimana cara menghadapi hidup yang tidak selalu mudah, bagaimana menjadikan keterbatasan bukan sebagai alasan untuk tidak berbuat. Justru keterbatasan adalah alasan utama untuk bangkit, melampaui ketidakberdayaan.
Kedua novel ini tentu sangat layak dibaca dan dikoleksi, bahkan tidak hanya untuk anak-anak, tetapi juga orang dewasa.