judul gambar
judul gambar
ArtikelUnggulan

Indiva Harus Keluar dari Gua!

judul gambar

Oleh Afifah Afra (CEO Indiva Media Kreasi)

Hari ini, Indiva telah berusia 18 tahun. Jika diibaratkan manusia, usia 18 tahun adalah usia menuju masa Dewasa Awal. Pada usia ini, seseorang sudah mulai meninggalkan dunia anak-anak dan masa remaja, dan memasuki sebuah masa yang menuntut kemandirian dalam segala hal. Berbeda dengan di Indonesia, di mana seseorang dianggap telah memasuki usia dewasa ketika berusia 17 tahun, di sejumlah negara di luar negeri, kebanyakan menggunakan usia 18 tahun, sejalan dengan teori para pakar Psikologi Perkembangan, seperti Hurlock, Santrock, Erikson dan lain-lain.

judul gambar

Tanggal 1 Agustus 2007, Indiva Media Kreasi resmi berdiri, dengan badan hukum berbentuk PT. Selain saya, dr. Ahmad Supriyanto, MM (suami saya), dan Ustadz Muinudinillah Bashri yang merancang pertama kali ide pendirian penerbit ini, selanjutnya kami juga diperkuat dengan Bapak Rianto, SH, Ibu Eliana Rianto, SE, MM, Bapak Herman Susilo, MM dan Bapak Nasirun Purwokartun. Dalam perjalanannya, Pak Nasirun Purwokartun kemudian mengundurkan diri, dan Pak Herman Susilo diberikan amanah mendirikan CV Pustaka Al Hanan yang masih “bersaudara” dengan PT Indiva Media Kreasi.

Arti Indiva

Nama Indiva bukan berasal dari kata Indi. Cukup banyak orang yang mengira begitu. Seiring maraknya penerbitan buku indi, dikira Indiva pun merupakan penerbit indi, yang dalam pengertiannya merujuk pada ‘self publishing’. Indiva dalam praktiknya adalah penerbit dengan badan hukum PT, yang menjalankan prosedur sebagaimana penerbit pada umumnya. Kami menerima naskah, menyeleksi, membuat surat perjanjian dengan penulis, mengedit, melayout, mendesain, mencetak dan memasarkan buku ke seluruh Indonesia.

Nama Indiva adalah usulan dari Ustadz Muin, yang artinya artinya bergegas, atau terdepan, bisa juga pionir. Kata Media berarti alat atau sarana berkomunikasi, sedangkan Kreasi adalah ciptaan buah pikiran atau kecerdasan akal manusia. Jadi, Indiva bukan berarti Penerbit Indi, karena sering yang mengartikan begitu.

Kalau digandeng, Indiva Media Kreasi artinya media berkreasi yang berusaha terus bergegas, progresif, dan menjadi pelecut semangat dalam kebaikan. Oleh karena itu, tagline Indiva saat itu adalah “Terdepan Dalam Kebaikan”. Namun, beberapa tahun kemudian, tim Indiva merasa bahwa tagline itu terlalu berat, sehingga diubah menjadi “Sahabat Keluarga.” Meski tetap berusaha bergegas menuju kebaikan, tagline “Sahabat Keluarga” terasa lebih selow dan nyaman untuk kami sandang.

Namun, bermula dari nama Indiva yang artinya bergegas atau bersegera, saya mengusulkan akronim untuk Indiva, yaitu INisiatif, DInamis, dan InoVAtif. Ketiga kata ini sangat klop jika disandingkan dengan kata Indiva dalam bahasa Arab.

Kisah Ashabul Kahfi

Kata Gua, atau Al-Kahfi sebenarnya saya ambil dari angka 18. Al-Kahfi adalah surat ke-18 dalam Al-Quran. Sedangkan tahun ini, Indiva berulang tahun yang ke-18. Saya kira bukan sekadar permainan puzzle belaka, atau kata orang Jawa: atak-atik-gatuk. Ada hal menarik dari kisah Ashabul Kahfi. Beberapa pemuda yang putus asa dengan kekejaman penguasa, melarikan diri ke dalam gua, lalu ditidurkan oleh Allah SWT selama 309 tahun. Begitu terbangun, mereka keluar dari gua, dan melihat zaman telah berubah. Penguasa baru adalah raja yang baik dan adil.

Apakah ini berarti Indiva sedang menghadapi penguasa buruk dan terpaksa harus masuk gua? Sebenarnya, problematika Indiva yang sangat berat terjadi di menjelang pandemi. Semakin memburuk saat pandemi, dan meski pandemi telah berakhir, sempat sulit untuk bangkit kembali. Kondisi perbukuan yang lesu bukan hal yang hanya dialami oleh Indiva. Mayoritas penerbit mengalami hal tersebut. Dan, sebenarnya satu dekade terakhir ini para panerbit memang mengalami paceklik yang tak berkesudahan. Dalam Muswil Ikapi Jawa Tengah tahun 2016, Ketua Ikapi Jateng saat itu melaporkan bahwa dari sekitar 500 anggota Ikapi Jateng, yang bertahan hanya sekitar 150. Itu tahun 2016. Sekarang, barangkali jumlahnya sudah semakin menyusut.

Dampak disrupsi yang semakin menggila, tergerusnya minat membaca seiring dengan makin maraknya pemakaian gawai, perubahan gaya hidup generasi terkini, ditambah dengan pandemi yang mengguncang, telah membuat penerbit, termasuk Indiva, masuk ke dalam gua.

Namun … setelah bertahun-tahun berjuang untuk survive, tahun 2025 ini Indiva seperti merasakan secercah cahaya. Penjualan buku Indiva merangkak naik. Instansi-instansi kembali mengalokasikan anggaran untuk menambah koleksi buku di perpustakaan mereka. Meski toku buku banyak yang tutup, ternyata divisi penjualan online makin hari makin sibuk melayani permintaan pembeli.

Saya menghela napas lega. Ternyata pembaca buku tidak hilang. Bahkan mungkin bertambah. Kemudian berbelanja buku melalui marketplace mungkin menjadi berkah bagi para penggemar buku yang tinggal di pelosok-pelosok. Jika dahulu mereka harus membeli buku di toko-toko yang lokasinya di kota besar, kita mereka bisa langsung mengorder ke penerbit dengan ongkos kirim yang tak terlalu mahal.

Meski baru secercah sinar, ini adalah harapan. Ada jalan keluar dari gua yang gelap gulita. Dan ini terjadi di tahun ke-18. Persis dengan urutan surat dalam Al-Quran, Al-Kahfi. Subhanallah wa bihamdihi Subhanallahil adzim.

judul gambar
Indiva Media Kreasi, penerbit buku di Kota Surakarta, telah berkhidmat sejak 1 Agustus 2007. Mengusung tagline: Sahabat Keluarga.

Related Posts

1 of 9

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *