judul gambar
judul gambar
ArtikelResensiUnggulan

Menyimak 5 Keunggulan Novel Mei Hwa Karya Afifah Afra

judul gambar

Salah satu novel yang harus Sobat Indiva baca adalah “Mei Hwa dan Sang Pelintas Zaman”, sebuah novel yang ditulis oleh Afifah Afra. Tentu bukan karena Mei Hwa adalah karya CEO kami sehingga kami merekomendasikan kepada Sobat semua, dong. Nyatanya, novel ini memang memiliki sejumlah keunggulan yang membuatnya menarik untuk dibaca dan masuk dalam rak buku kita. Sekadar informasi, novel ini pernah mendapatkan penghargaan dalam Anugerah Prasidatama tahun 2018 dari Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah.

Tentu kita telah mengenal karya-karya Mbak Afifah Afra dengan genre novel seperti De Winst, De Liefde, Da Conspiracao, De Hoop Eiland dan sebagainya. Novel-novel tersebut hingga saat ini masih diburu oleh pecinta novel Indonesia, khususnya di genre fiksi berlatar belakang sejarah. Akan tetapi, Mei Hwa memang memiliki sejumlah keunggulan yang unik dan khas. Bahkan, sebagian kalangan menyebutkan bahwa Mei Hwa merupakan salah satu karya terbaik Mbak Afifah Afra.

judul gambar

Apa saja keunggulannya?

Pertama, Tema yang Kuat dan Relevan
Novel ini mengangkat tema multikulturalisme dan konflik etnis, terutama antara etnis Tionghoa dan pribumi di Indonesia. Bahkan, juga memasukkan etnis Arab. Selain itu, dalam masyarakat Jawa sendiri, juga ada benturan antara kalangan priyayi, abangan dan santri. Tema ini sangat unik, jarang diangkat dan relevan dengan sejarah dan kondisi sosial masyarakat Indonesia. Menariknya, titik temu dari semua peristiwa yang melintasi banyak dimensi waktu adalah kejadian tahun 1998, di mana terjadi prahara besar dalam sejarah Indonesia.

Penggambaran Karakter dan Setting yang Mendalam
Afifah Afra menghadirkan karakter-karakter dengan latar belakang yang kompleks dan realistis, terutama Mei Hwa dan Sekar Ayu sebagai tokoh utama. Keduanya memiliki kehidupan yang kompleks, uniknya Afifah Afra bisa menggambarkannya dengan mendalam tanpa terjebak pada pembicaraan yang kesana kemari alias melakukan distorsi. Pembaca dapat merasakan pergulatan batin dan perjuangannya menghadapi diskriminasi dan konflik sosial, sekaligus ikut mengalami beban psikologis yang terjadi pada mereka.

Setting waktu dan tempat yang cukup rumit (namun lagi-lagi bisa ditata dengan baik sehingga mudah dipahami) juga merupakan kelebihan novel ini. Dalam novel ini ada 2 sudut pandang, yaitu sudut pandang Sekar Ayu yang bergerak mulai dari tahun 1930-an dan sudut pandang Mei Hwa, gadis keturunan Tionghoa yang menjadi korban kerusuhan peristiwa 1998. Seperti apa kelit kelindan konflik yang muncul? Tentu sangat menarik dan bisa Sobat baca sendiri di novel Mei Hwa.

Gaya Bahasa yang Menarik dan Mudah Dipahami
Dalam masalah diksi, dalam sejumlah novelnya, Afifah Afra dikenal jago merangkai kata. Dalam novel ini pun, dengan gaya bahasa yang mengalir, deskriptif, dan emosional, novel ini mampu membawa pembaca larut dalam ceritanya tanpa merasa bosan.

Latar Sejarah yang Kuat
Ya, Mei Hwa memang sebuah fiksi, bukan novel berbasis biografi orang tertentu. Meskipun menurut Mbak Afra ada beberapa tokoh yang benar-benar ada di alam nyata, namun tokoh itu bergerak dalam ruang imajinasi dan bertemu dengan sejumlah tokoh fiksi. Meski begitu, novel ini tidak hanya menyajikan cerita fiksi, tetapi juga menggambarkan situasi sosial-politik Indonesia sejak era penjajahan Belanda, pendudukan Jepang, Revolusi 45, tragedi 1965 hingga pada masa reformasi. Info-info yang dipaparkan dengan cukup detail, sehingga memberikan wawasan sejarah yang cukup menarik bagi pembaca.

Pesan Moral yang Dalam
Mei Hwa bisa jadi merupakan novel Islami, sebagaimana genre kepenulisan yang dipilih oleh Mbak Afra. Tetapi, dalam novel ini, pesan keislaman dikemas secara universal, sehingga bisa dinikmati oleh semua kalangan apapun agamanya. Dalam Mei Hwa, pesan tentang pentingnya toleransi, persaudaraan, dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat terlihat sangat kuat. Novel ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna kemanusiaan di tengah perbedaan.

Keunggulan-keunggulan ini membuat “Mei Hwa dan Sang Pelintas Zaman” menjadi novel yang tidak hanya menghibur, tetapi juga penuh makna dan inspiratif. Pantas kan, jika juri dari Anugerah Prasidatama, di antaranya sastrawan Ahmad Tohari, memberikan penghargaan terhadap novel ini sebagai runner up novel terbaik tahun 2018? Anda setuju?

judul gambar
Indiva Media Kreasi, penerbit buku di Kota Surakarta, telah berkhidmat sejak 1 Agustus 2007. Mengusung tagline: Sahabat Keluarga.

Related Posts

1 of 12

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *