Bagi Sobat Indiva yang telah lama mengikuti produk-produk yang diterbitkan Indiva Media Kreasi, tentu empat novel bertajuk Tetralogi De Winst karya Afifah Afra bukanlah hal baru. Akan tetapi, bagi Gen Z yang saat ini masih duduk di bangku sekolah menengah atau mahasiswa, barangkali belum banyak yang mengenal empat novel “legend” ini. Jadi, izinkan kami mengulas ulang Tetralogi yang total ketebalannya sekitar 2000 halaman ini.
Wooow, 2000 halaman? Iya benar, total ketebalan empat novel ini memang mencapai segitu. Tetapi, tenang saja. Dari ribuan pembaca yang telah menyelam ke Samudera Kata yang dibentangkan oleh penulis produktif yang juga salah satu pendiri dan sekarang menjadi CEO di Indiva Media Kreasi ini, hampir semua mengatakan, novel ini mudah dipahami. Semakin menyelam ke dalam, semakin tak ingin kembali, alias ingin sampai pada kedalaman yang paling dalam.
Tetralogi “De Winst” karya Afifah Afra adalah rangkaian novel yang menggambarkan perjuangan dan dinamika sosial-politik Indonesia pada era 1930-an. Seri ini terdiri dari empat buku: “De Winst” (terbit pertama tahun 2008), “De Liefde” (terbit pertama tahun 2010), “Da Conspiracao” (terbit pertama tahun 2012), dan “De Hoop Eiland”. Berbeda dengan ketiga novel pendahulunya, De Hoop Eiland baru terbit 10 tahun kemudian, yaitu 2022. Proses kreatif penulisan De Hoop Eiland bisa Sobat baca di sini: Afifah Afra: Butuh Keberanian untuk Mengakhiri Tetralogi De Winst.
Hingga saat ini, keempat novel ini masih dicetak ulang dan dicari oleh para pembaca setia Afifah Afra.
Bagaimana gambaran empat novel tersebut? Mari kita simak.
1. De Winst
Novel pertama ini memperkenalkan tokoh utama, Raden Mas Rangga Puruhita, seorang bangsawan Surakarta yang baru saja menyelesaikan pendidikan ekonomi di Universitas Leiden, Belanda. Sekembalinya ke tanah air, Rangga bekerja di pabrik gula De Winst. Di masa itu, tahun 1930-an, gula merupakan produk yang sangat diminati dunia. Wilayah Solo Raya merupakan daerah penghasil gula yang sangat terkenal hingga mancanegara. Namun, ketidakcocokan dengan pimpinan yang merupakan orang kulit putih yang sangat feodalis dan sewenang-wenang memperlakukan para buruh, membuatnya mendirikan pabrik gula sendiri bersama rekan-rekan nasionalis dan reformis Islam.
Rangga merasa resah dengan kondisi bangsanya yang terjajah, bodoh dan terbelakang. Dia sempat berkenalan dengan sosok pemuda bernama Kresna yang terlihat berandalan namun memiliki kepedulian sangat besar terhadap kemajuan kaum pribumi. Selain itu, terdapat tokoh Sekar Prembayun, sepupu Rangga yang progresif dan aktif dalam pemberantasan buta huruf di kalangan rakyat jelata. Konflik muncul karena keluarga telah menjodohkan Rangga dan Sekar sejak kecil, sementara Rangga telah jatuh cinta pada Everdine Kareen Spinoza, seorang wanita Belanda totok yang ditemuinya dalam pelayaran dari Belanda ke Nusantara. Sekar sendiri juga merasa tidak nyaman dengan Rangga yang dianggapnya terlalu asyik dengan kehidupan di Eropa dan lupa dengan nasib bangsanya yang terjajah.
2. De Liefde
Buku kedua ini mengisahkan kehidupan Sekar Prembayun yang menjalani pembuangan di Eropa akibat aktivitas sosial-politiknya di Nusantara. Di Jerman, Sekar menghadapi situasi politik yang memanas dengan munculnya gerakan Nazi pimpinan Adolf Hitler. Novel ini menampilkan perjuangan Sekar dalam menghadapi tantangan di negeri asing dan interaksinya dengan berbagai tokoh yang mempengaruhi pandangannya tentang perjuangan dan cinta.
Selain mengisahkan perjuangan Sekar Prembayun, novel ini juga berkisah tentang beratnya kehidupan yang dialami Everdine Kareen Spinoza yang membuka praktek sebagai advokat. Sebagai advokat, Everdine banyak membantu orang-orang pribumi yang mendapatkan perlakuan tidak adil dari penjajah. Namun, justru karena itu dia mendapatkan kesulitan besar yang bahkan membuat nyawanya terancam.
3. Da Conspiracao
Pada seri ketiga, cerita berfokus pada konspirasi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk tokoh-tokoh Portugis dan Tionghoa. Rangga Puruhita yang dibuang ke Ende, Flores, terlibat dalam intrik politik dan ekonomi yang kompleks, menghadapi tantangan yang menguji idealismenya. Kemunculan karakter Tan Sun Nio, sosok gadis cantik yang kaya raya, sangat perkasa dan kerap melakukan langkah-langkah tak terduga, menambah dimensi baru dalam alur cerita, memberikan perspektif berbeda tentang dinamika sosial dan budaya saat itu.
4. De Hoop Eiland
Sebagai penutup tetralogi, “De Hoop Eiland” mengisahkan pertemuan kembali para tokoh utama di sebuah pulau bernama Pulau Harapan. Di pulau ini, Sekar, Rangga, dan Everdine menghadapi berbagai konflik dan tantangan dalam upaya mereka membangun negeri impian. Namun, sebelum bertemu di Pulau Harapan (De Hoop Eiland), Rangga sempat merasakan pembuangan di Boven Digoel yang sangat mengerikan. Boven Digoel adalah penjara terbuka raksasa yang berada di tengah belantara Papua. Dalam novel ini pula, Sekar Prembayun sempat merasakan bersentuhan dengan Rezim Nazi Hitler di Jerman, serta menjadi saksi atas detik-detik naiknya Hitler ke tampuk kekuasaan tertinggi di Jerman.
Novel ini menampilkan pertarungan ideologi dan cita-cita kemerdekaan, menggambarkan kompleksitas perjuangan melawan kolonialisme dan fasisme.
Secara keseluruhan, tetralogi “De Winst” menawarkan pandangan mendalam tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia, dinamika sosial-politik, dan kompleksitas hubungan antar tokohnya. Juga romantika antar tokoh yang indah, meresap ke sanubari, tetapi cinta yang ditawarkan bukan cinta kaleng-kaleng.
Afifah Afra berhasil menghadirkan narasi yang kaya akan detail sejarah dan emosi, menjadikan seri ini layak dibaca bagi mereka yang tertarik pada sejarah dan sastra Indonesia. Nafas panjang Afifah Afra sebagai penulis yang telah lebih dari dua dekade berkiprah di dunia sastra, teruji dalam serial ini.
Meskipun bentuknya tetralogi, novel-novel ini bisa dibaca secara terpisah.
Minat membeli buku ini? Silakan order di marketplace atau toko-toko langganan Anda, atau bisa kontak ke marketing kami di wa.me/6282134503977 ya. Jika hendak memesan tanda-tangan penulis, kami bisa mengusahakan.